Memahami Konsep Diri Seorang Muslim, Untukku dan Untukmu

Atika Rahmawati Yuliantoputri
5 min readAug 7, 2021

--

Photo by ali syaaban on Unsplash

Tulisan kali ini sangat erat kaitannya dengan kepercayaan yang saya anut (Islam). Merupakan parafrase dari kajian “Evaluasi Konsep Diri” yang disampaikan dengan sangat baik oleh @febriantialmeera pada akun Instagramnya hari Selasa (3 Agustus 2021). Silakan klik link ini untuk akses materi videonya :)

1. Berakar dari referensi yang kita konsumsi

Photo by T Foz on Unsplash

Konsep diri diartikan sebagai cara seseorang memandang dan menilai dirinya secara keseluruhan. Cara seorang pribadi untuk membangun konsep dirinya sangat erat kaitannya dengan “referensi” yang diyakini.

Referensi → Cara Pandang → Tindakan → Kebiasaan → Adab & Akhlak

Referensi disini adalah segala sesuatu yang kita konsumi, yakni yang kita lihat, yang kita dengar, yang kita pelajari, yang kita alami, dan pada akhirnya kita yakini kebenarannya.

Ironinya zaman sekarang, jauh lebih mudah untuk mendapatkan referensi yang bersifat umum, dibandingkan dengan mendapatkan referensi yang merujuk pada prinsip Islami. Menjadi tantangan sendiri, bagi kita muslim dan muslimah untuk dapat menjaga standar referensi kita agar selalu berkiblat pada Al-Quran dan sunnah. Jika kita berhasil menjaga kualitas referensi yang kita konsumsi, niscaya akan terefleksikan pada kualitas aspek setelahnya. Sebaliknya, jika salah memilih referensi, maka akan ada keburukan yang tercermin pada adab dan akhlak kita dalam kehidupan sehari-hari.

Berkualitasnya referensi yang kita yakini akan menjadikan berkualitasnya cara pandang kita terhadap segala sesuatu yang dihadapi di hidup ini.

Dengan cara pandang yang baik dan benar, maka akan menjadikan tindakan kita, sekecil apapun, menjadi tindakan yang baik dan tidak sia-sia.

Tindakan yang baik, yang berkualitas, akan membangun kebiasaan yang bermanfaat untuk mengembangkan diri sebagai seorang manusia, sebagai seorang muslim.

Dan akhirnya, ketika kita memiliki kebiasaan yang mampu membangun kualitas diri, maka adab yang kita tunjukkan dalam kehidupan sehari-hari, akhlak yang kita berikan pada orang-orang yang kita temui, akan menjadi manfaat, tidak hanya untuk diri sendiri, tapi untuk orang lain yang berinteraksi dengan kita.

Teruslah jaga kualitas referensi kita semaksimal yang kita bisa, karena jika bukan diri ini yang menjaganya, siapa lagi?

2. Konsep diri untuk mendefinisikan kontribusi

Terdapat 3 prinsip dasar terkait konsep diri untuk menjawab “Apa konsep diri dari aku, seorang muslim?”

Photo by Levi Meir Clancy on Unsplash

2a. Sebagai seorang hamba,

Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku. (QS. Az-Zariyat: 56)

Betapa nikmatnya rasa aman itu, ketika kita benar-benar bisa menerapkan prinsip sebagai seorang hamba dalam konsep diri kita. Tentang bagaimana selalu menitikberatkan Allah swt dalam setiap pertimbangan. Tentang bagaimana selalu melibatkan Allah swt dalam setiap keputusan yang akan kita pilih. Bukan terlalu fokus pada apa yang kita inginkan, tetapi apa yang Allah ridhai.

Menjadi hamba itu hubungan dua arah. Karena ketika kita benar-benar menjadi seorang hamba, selalu menyertakan Allah swt dimanapun, kapanpun, saat itu pula Allah swt menjadi pelindung kita, yang selalu membersamai dan selalu memberikan yang terbaik untuk hidup kita, yang datang dalam bentuk apa saja, dengan berbagai cara, dan datang dari arah mana saja.

2b. Sebagai seorang khalifah (perwakilan),

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”.

Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?”

Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”. (QS. Al-Baqarah: 30)

Lihatlah betapa Allah swt mempercayai kita, manusia, untuk menjadi khalifah atau perwakilan-Nya di muka bumi. Membuat malaikat, yang tahu bahwa manusia jugalah yang berpotensi sebagai pembuat kerusakan di muka bumi, mempertanyakan kenapa Allah swt mempercayai manusia.

Namun disitulah hikmah terbesarnya, bahwa Allah lah yang Maha Mengetahui. Allah lah yang benar-benar tahu potensi sesungguhnya dari manusia, dari diri kita. Benar-benar tahu bahwa kita memiliki kemampuan untuk mewakili-Nya, menegakkan kebaikan, dan melawan keburukan (amar ma’ruf nahi munkar).

Percaya bahwa kita telah diciptakan dengan sebaik-baiknya penciptaan. Teruslah berusaha untuk mencari potensi terbaik yang kita miliki agar tidak kita kecewakan Zat pertama yang mempercayai kita, Allah swt.

2c. Pengemban Amanah,

“Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung; tetapi semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir tidak akan melaksanakannya (berat), lalu dipikullah amanat itu oleh manusia. Sungguh, manusia itu sangat zalim dan sangat bodoh/tidak mengetahui.” (QS Al Ahzab: 72)

Dari ayat ini, sangat jelas bahwa tugas yang dibebankan kepada manusia itu memang tidak mudah, yang bahkan langit, bumi, dan gunung-gunung enggan menerimanya. Sungguh berat, tapi apalah daya, manusia memang banyak tidak tahunya.

Lalu harus apa? Fokus untuk mencari cara agar amanah yang diberikan dapat dieksekusi dengan baik. Fokus untuk mencari cara agar keberadaan kita yang singkat di dunia ini dapat dipertanggungjawabkan. Entah masalah apa yang kita pilih untuk diselesaikan, kejar semampu kita. Entah sekecil apa kebaikan yang dirasakan orang lain, teruslah usahakan yang terbaik.

Karena pada akhirnya, tidak ada satu pun manusia di dunia ini yang tahu, seberapa baik kita menjalankan amanah kita sebagai manusia, kecuali Allah swt.

3. Kebaikan yang terkerangka dan terfokus akan jauh lebih baik

Photo by Siednji Leon on Unsplash

Dengan menjaga kualitas referensi yang kita miliki, dengan mengenal konsep diri yang sebenarnya, kita sudah siap untuk fokus dalam menebar kebaikan sebanyak yang kita bisa. Terus dan teruslah isi waktu kita dengan kebaikan.

Mulai dari memahami konsep diri untuk menebar kebaikan sebagai pribadi, berlanjut dengan memahami konsep berpasangan agar dapat menebar kebaikan sebagai pasangan, menebar kebaikan sebagai orang tua, dan menjadi penebar kebaikan untuk umat muslim secara luas.

Begitu banyak cara untuk menebar kebaikan dengan apa-apa yang kita miliki. Seiring bertambah dewasanya kita, semakin dalamlah kita mengenal diri sendiri dengan lebih baik. Semakin tahu, di bagian mana dalam semesta yang begitu luas ini, kita bisa memberikan kebaikan yang lebih baik.

Definisikan kontribusi kebaikan kita dengan kerangka yang sesuai dengan kapasitas yang kita miliki. Fokuskan kebaikan kita untuk bisa lebih bermakna bagi siapa-siapa yang menerimanya. Jika belum menemukan, teruslah mencari, minta pada Allah untuk memudahkan pencarian kita. Jangan berhenti mencari, menemukan, dan menyebarkan.

Jika mulai terasa jenuh dan lelah, pikirkan kembali konsep diri yang sudah diyakini dan dipelajari. Periksa kembali kualitas referensi yang kita miliki, cari lagi tambahan referensi untuk menguatkan konsep diri ini. Yakin bahwa diri ini bisa memberikan yang terbaik, untuk diri sendiri, untuk keluarga kita, untuk anak-anak kita, untuk umat manusia yang hidup dalam masa yang sama dengan kita maupun setelah kita.

Akhir kata, diri ini sangat bersyukur karena di masa-masa yang cukup sulit seperti sekarang, Allah swt memudahkan untuk mempelajari dan memahami pentingnya konsep diri. Bisa kembali ke konsep diri yang seharusnya, menghilangkan kehampaan yang sangat sering menghampiri. Alhamdulillah, alhamdulillah, alhamdulillah. Semoga semua nasihat ini tak hanya untukku, tapi juga untukmu.

--

--